Izin usaha pengangkutan limbah b3. Limbah B3 yang tidak dikelola dengan baik dapat berakibat fatal terhadap lingkungan serta nyawa manusia . Perhatian khusus terhadap pengelolaan limbah berbahaya ini menjadi semakin penting, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berdampak signifikan terhadap pengaturan pengelolaan limbah B3 bagi entitas bisnis .

“Panduan Lengkap PP No. 22 Tahun 2021 untuk Izin Usaha Pengangkutan Limbah B3”

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang pengelolaan limbah B3 berdasarkan regulasi terbaru. Seperti yang dinyatakan oleh para ahli, terdapat empat kategori pengelolaan limbah B3 yaitu pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan . Penting untuk dicatat bahwa kategori bidang usaha pengelolaan limbah B3 tersebut termasuk dalam risiko tinggi . Oleh karena itu, setiap kegiatan atau bentuk usaha yang melakukan aktivitas pembangunan dan industri harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan hidup di sekitarnya .

Kami akan mengulas PP No. 22 Tahun 2021 yang menjadi landasan penting dalam pengangkutan limbah B3, termasuk persyaratan teknis, prosedur pengelolaan, dan kewajiban pelaporan. Sebagai informasi dasar, perlu diketahui bahwa Usaha Pengangkutan Limbah Laut B3 harus memiliki izin resmi dari pemerintah , dengan dasar hukum utama adalah Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .

Dasar Hukum dan Perubahan Regulasi Izin Usaha Pengangkutan Limbah B3

Perubahan signifikan dalam regulasi pengelolaan limbah B3 di Indonesia terjadi menyusul diberlakukannya beberapa peraturan baru. Peraturan-peraturan ini membentuk kerangka hukum yang lebih komprehensif untuk penanganan limbah berbahaya.

UU No. 11 Tahun 2020 dan Dampaknya terhadap Limbah B3 & izin usaha pengangkutan limbah b3

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mengubah secara fundamental pengaturan pengelolaan limbah B3 bagi entitas bisnis. Perubahan paling mendasar adalah beralihnya sistem perizinan menjadi persetujuan teknis. Sebelumnya, perusahaan penghasil limbah B3 wajib memiliki izin pengelolaan lingkungan, namun kini digantikan dengan persetujuan teknis pengelolaan limbah B3 yang terintegrasi ke dalam persetujuan lingkungan .

Selain itu, terdapat perubahan penting terkait sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan limbah B3. UU Cipta Kerja telah menghapus sanksi pidana yang sebelumnya tercantum dalam Pasal 102 UU No. 32 Tahun 2009, dan menggantinya dengan sanksi administratif . Perubahan ini telah menimbulkan kekhawatiran mengenai pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 di masa mendatang.

Transisi dari PP 101/2014 ke PP 22/2021

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menggantikan PP 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. PP 22/2021 memperbaharui pengaturan pengelolaan limbah B3 dengan beberapa perubahan utama meliputi penyesuaian istilah izin menjadi persetujuan, penambahan kewajiban pelaporan dan audit, serta pengaturan baru mengenai pengelolaan limbah non-B3 dan sistem tanggap darurat.

Berdasarkan PP 22/2021, pengelolaan limbah B3 mencakup empat kategori utama yaitu pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Khusus untuk pengangkutan limbah B3, peraturan ini menetapkan bahwa kegiatan tersebut wajib dilakukan dengan alat angkut tertutup untuk limbah B3 kategori 1 dan alat angkut terbuka untuk limbah B3 kategori 2.

Peran Permen LHK No. 3/2021 dan No. 6/2021

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 449 PP 22/2021, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri LHK No. 3/2021 dan No. 6/2021. Secara khusus, Permen LHK No. 6/2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah B3 diundangkan sebagai respons atas kebutuhan mendesak untuk melindungi lingkungan dari pencemaran bahan berbahaya.

Permen LHK No. 6/2021 mengatur secara jelas dan tegas mengenai aspek perizinan, teknis pengelolaan, pelaporan, serta pengawasan limbah B3 dari tahap hulu sampai hilir . Tujuan utama regulasi ini adalah menjadi pedoman bagi seluruh elemen industri di Indonesia, terutama pelaku usaha yang menghasilkan limbah B3, untuk mengelola limbah tersebut secara bertanggung jawab.

Empat Kategori Pengelolaan Limbah B3 dalam PP 22/2021

PP No. 22 Tahun 2021 menetapkan empat kategori utama dalam pengelolaan limbah B3 yang wajib diperhatikan oleh setiap pelaku usaha. Keempat kategori ini mencakup proses lengkap penanganan limbah B3 dari awal hingga akhir sesuai dengan standar keamanan lingkungan.

Pengumpulan: Persyaratan Izin Usaha pengangkutan Limbah b3 dan Prosedur

Pengumpulan limbah B3 merupakan kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil sebelum diserahkan kepada pemanfaat, pengolah, atau penimbun. Kegiatan ini harus dilakukan dengan memperhatikan persyaratan ketat, termasuk memiliki izin dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Pelaku usaha wajib membuat catatan tentang jenis, karakteristik, jumlah limbah B3 dan waktu penerimaannya.

Selain itu, pengumpul dilarang melakukan kegiatan pengumpulan apabila pengolah limbah B3 belum tersedia. Penyimpanan limbah B3 juga dibatasi waktunya: 90 hari untuk limbah sebesar 50 kg per hari atau lebih, 180 hari untuk limbah kurang dari 50 kg per hari kategori 1, dan 365 hari untuk limbah kategori 2.

Pemanfaatan: Prinsip Circular Economy

Pemanfaatan limbah B3 menerapkan prinsip ekonomi sirkular (circular economy) yang bertujuan mengubah limbah B3 menjadi produk yang dapat digunakan sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong, atau bahan bakar. Bentuk pemanfaatan dapat dilakukan melalui substitusi bahan baku, substitusi sumber energi, sebagai bahan baku, dan pemanfaatan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan.

Produk hasil pemanfaatan wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia dan/atau standar lain yang setara. Pemerintah mendorong limbah B3 didaur ulang atau dimanfaatkan menjadi sumber daya proses produksi, yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi .

Pengolahan: Teknologi dan Standar Teknis

Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengurangi atau menghilangkan sifat bahaya dan sifat racun. Metode pengolahan secara termal dapat dilakukan menggunakan peralatan seperti autoklaf, gelombang mikro, iradiasi frekuensi radio, dan insinerator.

Pengolah limbah B3 wajib membuat analisis dampak lingkungan dan memiliki insinerator dengan spesifikasi sesuai karakteristik limbah yang diolah. Pengoperasian insinerator dilarang untuk limbah B3 radioaktif, limbah dengan karakteristik mudah meledak, dan limbah merkuri.

Penimbunan: Lokasi, Izin, dan Risiko Lingkungan

Penimbunan limbah B3 adalah kegiatan menempatkan limbah B3 pada fasilitas penimbunan agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Lokasi penimbunan harus memenuhi syarat: bebas dari banjir, permeabilitas tanah maksimum 10^-7 cm per detik, dan merupakan lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi pembuangan limbah.

Penimbunan umumnya dilakukan terhadap limbah berupa abu terbang insinerator dan slag atau abu dasar insinerator. Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan penimbunan akhir limbah B3 wajib memiliki izin dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

Persyaratan Teknis Izin Usaha Pengangkutan Limbah B3

Pengangkutan limbah B3 memerlukan persyaratan teknis khusus untuk menjamin keamanan lingkungan dan manusia. Berikut panduan teknis sesuai PP No. 22 Tahun 2021.

Spesifikasi Kendaraan Pengangkut Sesuai Permen LHK

Permen LHK mewajibkan penggunaan alat angkut tertutup untuk limbah B3 kategori 1 dan alat angkut tertutup atau terbuka untuk kategori 2. Kendaraan pengangkut harus memenuhi spesifikasi umum seperti dilengkapi prosedur bongkar muat, peralatan penanganan limbah B3, prosedur penanganan darurat, dan GPS Tracking. Untuk angkutan jalan umum, wajib menggunakan kendaraan roda 4 atau lebih, mencantumkan nama dan nomor telepon perusahaan pada sisi kendaraan, serta dilekati simbol Limbah B3 sesuai karakteristiknya.

Simbol dan Label Limbah B3 Berdasarkan Permen LH No. 14/2013

Permen LH No. 14/2013 mengatur tentang simbol dan label limbah B3. Setiap alat angkut limbah B3 wajib diberi simbol sesuai dengan karakteristik limbah yang diangkut . Label Limbah B3 berukuran minimal 15cm x 20cm dengan warna dasar kuning harus terpasang pada setiap kemasan .

SOP Muat, Bongkar, dan Penanganan Darurat

SOP muat harus mencakup penunjukan staf, persiapan penanganan limbah, teknik pemuatan, penggunaan alat bantu, pengaturan komposisi limbah, dan penyelesaian administrasi. SOP bongkar dan penanganan darurat juga wajib disusun sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang diangkut.

Dokumen Wajib: Manifest, Kontrak, dan Bukti Penyerahan

Setiap pengangkutan limbah B3 wajib disertai dengan Festronik (e-Manifest). Dokumen lain yang diperlukan meliputi kontrak kerja sama antara pengangkut dengan penghasil limbah B3, kontrak dengan pengelola limbah B3 berizin, serta bukti penyerahan manifest dan laporan rekapitulasi pengangkutan.

Sistem e-Manifest dan Kewajiban Pelaporan

Transformasi digital dalam pemantauan limbah B3 kini mewajibkan penggunaan manifest elektronik atau Festronik sebagai pengganti sistem manual. Peraturan ini mulai berlaku sejak 1 Agustus 2020 sesuai Permen LHK Nomor P.4/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2020.

Cara Kerja Sistem Manifest Elektronik (e-Manifest)

Festronik adalah sistem pemantauan elektronik terhadap kegiatan pengangkutan limbah B3 untuk mencegah pencemaran lingkungan. Untuk mengakses sistem ini diperlukan perangkat dengan spesifikasi minimal processor Pentium III, RAM 512 MB, dan koneksi internet. Tahapan penggunaan meliputi pendaftaran tertulis dan online, pemeriksaan data, komunikasi antara pengangkut dan pengirim/penerima, serta pelaksanaan manifes .

Integrasi e-Manifest dengan Persetujuan Teknis

KLHK telah mengintegrasikan Festronik dengan Aplikasi Pelaporan Kinerja Pengelolaan Limbah B3 (Siraja) untuk mempercepat integrasi pusat data nasional. Integrasi ini memungkinkan pemantauan pergerakan jumlah limbah B3 secara real-time dari tahap dihasilkan, diangkut, hingga dikelola akhir hanya dengan menggunakan satu akun.

Kewajiban Pelaporan Berkala dan Pemantauan

Pelaporan limbah B3 wajib dilakukan secara lengkap, benar, dan berkala melalui platform SPEED KLHK. Data yang perlu dilaporkan mencakup jenis limbah yang dihasilkan, jumlah, metode penyimpanan, dan rincian transportasi. Sistem Tracking Pengangkutan Limbah B3 (SILACAK) dengan GPS tracking juga terintegrasi dengan Festronik.

Sanksi Administratif atas Pelanggaran Pelaporan izin usaha pengangkutan limbah b3

Perusahaan yang tidak memiliki akun SPEED atau tidak melakukan pelaporan dapat dikenakan sanksi sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 14 Tahun 2024 . Sistem juga akan mendeteksi beberapa pelanggaran seperti penyimpanan yang melebihi masa simpan, izin yang sudah bocor, atau limbah yang tidak sesuai dengan izin pengelolaan .

Kesimpulan

Demikianlah pembahasan mendalam mengenai limbah B3 berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021. Peraturan ini tentunya membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan limbah berbahaya di Indonesia, terutama setelah diberlakukannya UU Cipta Kerja. Pada intinya, keempat kategori pengelolaan limbah B3—pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan—membentuk kerangka komprehensif yang wajib dipatuhi oleh semua pelaku usaha.

Perlu diingat bahwa kepatuhan terhadap persyaratan teknis transportasi merupakan hal yang tidak bisa ditawar. Penggunaan kendaraan dengan spesifikasi khusus, pemasangan simbol dan label yang tepat, penerapan SOP yang jelas, serta kelengkapan dokumen wajib menjadi kunci keberhasilan pengangkutan limbah B3 yang aman dan bertanggung jawab.

Selain itu, transformasi digital melalui sistem e-Manifest (Festronik) telah mengubah cara pemantauan limbah B3 menjadi lebih efektif dan transparan. Sistem ini memungkinkan pelacakan pergerakan limbah B3 secara real-time dari produsen hingga pengelola akhir. Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam rantai pasokan limbah B3 harus memahami cara sistem kerja ini dan melaksanakan kewajiban pelaporan berkala sesuai ketentuan.

Mengelola limbah B3 dengan benar bukan hanya soal kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga bentuk tanggung jawab kita terhadap lingkungan dan masyarakat. Pengelolaan yang tidak sesuai standar dapat berakibat fatal, baik terhadap ekosistem maupun kesehatan manusia. Oleh karena itu, memahami dan mematuhi PP No. 22 Tahun 2021 beserta peraturan turunannya adalah langkah penting dalam mewujudkan pengelolaan limbah B3 yang berkelanjutan.

Akhirnya, semua pelaku usaha yang terlibat dalam pengelolaan limbah B3 diharapkan terus mengikuti perkembangan regulasi terbaru, meningkatkan kapasitas teknis, dan berkomitmen pada praktik terbaik dalam pengangkutan limbah B3. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama menciptakan sistem pengelolaan limbah B3 yang tidak hanya mematuhi peraturan, tetapi juga berkontribusi pada perlindungan lingkungan hidup Indonesia.

Poin-Poin Utama

Berikut adalah poin-poin penting yang perlu dipahami tentang pengolahan limbah B3 berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021:

  • Perubahan sistem perizinan : UU Cipta Kerja mengubah sistem izin menjadi persetujuan teknis terintegrasi dengan sanksi administratif menggantikan pidana.
  • Empat kategori wajib: Pengelolaan limbah B3 mencakup pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan dengan persyaratan teknis ketat masing-masing.
  • Spesifikasi kendaraan khusus: Alat angkut tertutup untuk kategori 1, dilengkapi GPS tracking, simbol B3, dan SOP penanganan darurat.
  • Sistem e-Manifest wajib: Festronik menggantikan manifest manual untuk pemantauan real-time pengangkutan limbah B3 sejak Agustus 2020.
  • Pelaporan berkala melalui SPEED: Kewajiban melaporkan data lengkap limbah B3 secara periodik dengan sanksi administratif bagi pelanggar.

Kepatuhan terhadap regulasi ini bukan hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Setiap pelaku usaha harus memahami persyaratan teknis, menggunakan sistem digital yang diwajibkan, dan berkomitmen pada praktik pengelolaan limbah B3 yang bertanggung jawab.

error: Content is protected !!